Kejati Jateng Gelar Seminar Harlah ke-80 Kejaksaan RI, Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money Jadi Pilar DPA di Indonesia

SEMARANG (Jatengaktual.com) – Mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau Perjanjian Penundaan Penuntutan segera menjadi bagian dari sistem hukum Indonesia (bukan wacana futuristik). Instrumen ini dipandang sebagai terobosan yang bakal mengubah wajah penegakan hukum, khususnya terkait tindak pidana korporasi.

Hal itu ditegaskan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Tengah, Dr. Hendro Dewanto, SH, MHum saat membuka seminar di Gedung Prof. Purwahid Patrik, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Kota Semarang, Jawa Tengah Kamis (28/8).

“Perjanjian Penundaan Penuntutan ini bukan lagi sekadar gagasan, melainkan sudah menjadi kenyataan hukum melalui RKUHAP yang telah disetujui Panitia Kerja DPR pada 10 Juli 2025,” ujar Hendro.

Baca Juga:  UNDIP Mengukir Prestasi Rekor MURI untuk Tumpeng Nasi Jagung Lauk Ayam Terbanyak

Seminar dalam rangka Harlah Ke-80 Kejaksaan RI tersebut, mengangkat tema “Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana”.

Menurut Hendro, topik itu merefleksikan arah baru sistem peradilan pidana di Indonesia.

“Ini momentum bersejarah, karena Indonesia resmi mengadopsi mekanisme yang terbukti efektif di berbagai negara maju. Dalam Pasal 309C RKUHAP, terdapat tiga pilar utama DPA, yakni kepatuhan hukum, pemulihan kerugian, dan efisiensi peradilan,” jelasnya.

Lebih jauh, Hendro menekankan pentingnya paradigma baru yang tidak hanya menghukum pelaku, melainkan juga memastikan pemulihan kerugian negara, perbaikan tata kelola perusahaan, serta efisiensi proses peradilan.

Baca Juga:  Buruan Dipesan! Tiket Kereta Api Lebaran dari Semarang ke Berbagai Destinasi Masih Tersedia

“Pendekatan follow the asset dan follow the money adalah wujud evolusi fundamental dalam melihat tindak pidana, terutama pada kejahatan keuangan dan korupsi,” tegasnya.

Namun, ia mengingatkan, kewenangan kejaksaan dalam penerapan DPA harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian.

“Setiap keputusan menerima atau menolak permohonan harus obyektif, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik,” tandasnya.

Seminar menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Kepala Pengadilan Tinggi Jateng, H. Mochamad Hatta, SH, MH., dosen FH Undip, Prof. Dr. Pujiyono, serta dosen FH Universitas Indonesia, Dr. Febby Mutiara Nelson.

Baca Juga:  Liburan Nataru Hari Ke-4, KAI Daop 4 Semarang Tegaskan Masih Ada Ribuan Tiket Kereta Api Tersedia!

Sementara itu, Dekan FH Undip, Prof. Dr. Retno Saraswati, menambahkan peran penuntut umum dalam mekanisme DPA akan menjadi sangat strategis.

“Diskusi ini diharapkan memperluas wawasan sekaligus memberi masukan konstruktif bagi RUU KUHAP, agar saat disahkan mampu menciptakan keadilan yang substantif dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Diketahui, peringatan HARLAH ke-80 Kejaksaan RI yang jatuh 2 September menjadi momentum mempertegas peran Kejaksaan sebagai garda terdepan penegakan hukum dan penyelamatan aset negara menuju Indonesia Maju

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini