Ketua Komjak Pujiono: Revisi UU Kejaksaan Perkuat Peran Jaksa Ungkap Kasus Korupsi Besar

SEMARANG (Jatengaktual.com) – Revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menambah kewenangan penyidikan tidak akan membuat jaksa kebal hukum atau bertindak sewenang-wenang, apalagi mengambil alih peran penyidik Kepolisian. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiyono Suwadi, dalam diskusi yang diadakan oleh Lembaga Jarcomm di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (11/2).

Diskusi yang mengangkat tema ” Menguji Urgensi Penguatan Lembaga Kejaksaan terhadap revisi UU Nor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan ” tersebut, Pujiyono menjelaskan bahwa, setelah RUU terkait perubahan kedua atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan RUU perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, muncul berbagai perdebatan. Salah satunya adalah kekhawatiran bahwa jaksa akan mengambil alih peran penyidik dan mendapatkan hak imunitas.

Menanggapi hal tersebut, pihaknya menegaskan revisi ini tidak mencakup pasal yang memberi kewenangan jaksa untuk menggantikan peran penyidik kepolisian.

Baca Juga:  Indosat Ooredoo Hutchison Hadirkan Kegembiraan Berlimpah Saat Idul Fitri Melalui Unparalleled Network Services Guaranteed

Sebaliknya, perubahan ini bertujuan untuk mendorong peningkatan koordinasi dan supervisi dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagai bagian dari Integrated Criminal Justice System (ICJS), yang akan memperkuat hubungan antara dua pilar penegak hukum, polisi dan jaksa.

Pujiyono menjelaskan bahwa distribusi kewenangan dalam sistem ICJS bertujuan untuk memastikan adanya koordinasi dan kerja sama antara kepolisian dan kejaksaan, sehingga dapat meminimalkan ego sektoral antar kedua lembaga tersebut.

“Tuduhan bahwa revisi ini memberikan kekebalan hukum bagi jaksa tidak benar. Saya sarankan untuk membaca dan memahami pasal-pasal dalam revisi ini,” ujarnya.

Menurut Pujiyono, perubahan yang diusulkan justru bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang mencari keadilan serta menjaga demokrasi.

Dia juga menegaskan bahwa revisi ini tidak akan menjadikan jaksa kebal hukum. Sebaliknya, jaksa tetap bisa diperiksa atau dihukum jika melakukan pelanggaran hukum. Sebagai contoh, beberapa jaksa yang terlibat kasus pidana sebelumnya tetap dihukum, seperti kasus Jaksa Urip dan Kajari Bondowoso.

Baca Juga:  Kolaborasi Sido Muncul dan RSU Hermina Bogor, Operasi Katarak Gratis untuk Masyarakat

Terkait isu yang berkembang mengenai hak imunitas jaksa, Pujiyono menjelaskan bahwa tidak ada perubahan signifikan mengenai ketentuan yang menyebutkan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung.

Ketentuan ini sudah ada dalam UU Kejaksaan sebelumnya dan tidak dimaksudkan untuk memberikan hak imunitas.

Kejaksaan Mendapat Apresiasi Masyarakat

Lebih lanjut, menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), Kejaksaan Agung berada di posisi teratas sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya masyarakat dengan tingkat kepercayaan mencapai 77 persen. Angka ini mengungguli lembaga lainnya, seperti Kehakiman, KPK, dan Polri. Keberhasilan Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus korupsi besar dan mengembalikan uang negara yang dikorupsi turut mendukung tingkat kepercayaan ini.

Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Rahayu Subekti, menanggapi pernyataan mantan Komisioner KPK, Saut Situmorang, yang menyoroti pasal 8 ayat 5 mengenai pemanggilan jaksa atas izin Jaksa Agung.

Baca Juga:  Dukung Program Makan Bergizi Gratis, PGN dan BGN Kerjasama Penyediaan Pasokan Gas Bumi

Rahayu menegaskan bahwa pasal tersebut merujuk pada asas hirarki dalam struktur organisasi dan bukan berarti memberikan hak imunitas kepada jaksa.

“Padahal dalam perubahan sama sekali bukan hak imunitas artinya jaksa tetap tidak kebal hukum,” ujarnya.

Di sisi lain, pegiat anti-korupsi, Alif Basuki, mengungkapkan bahwa revisi UU Kejaksaan merupakan langkah penting untuk memperbarui sistem koordinasi antara Kejaksaan dan kepolisian dalam penanganan perkara hukum.

Alif berharap bahwa revisi ini akan memperkuat peran Kejaksaan dalam penegakan hukum di Indonesia, mengingat adanya apresiasi terhadap kinerja Kejaksaan dalam mengungkap berbagai kasus korupsi besar.

” Polemik revisi UU Kejaksaan saya berharap jadi pintu masuk agar peran dan posisi Kejaksaan diperkuat. Karena dalam kurun waktu terakhir ini kinerja diapresiasi. Ada kasus-kasus korupsi besar yang diungkap,” tegasnya.

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini