JAKARTA (Jatengaktual.com) – Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, mengingatkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan menghadapi tantangan besar dalam mengelola defisit anggaran yang diproyeksikan mencapai Rp 616 triliun pada tahun 2025.
Ia menyebutkan, defisit ini merupakan dampak langsung dari kebijakan fiskal agresif yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Joko Widodo, yang meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, kini meninggalkan beban utang yang harus ditanggung oleh pemerintahan baru.
Proyek pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, hingga pembangkit listrik yang digarap secara masif menggunakan skema pembiayaan yang sebagian besar berasal dari penarikan utang.
“Utang ini memberikan manfaat bagi pembangunan infrastruktur, tetapi efek jangka panjangnya kini dirasakan dalam bentuk defisit anggaran,” tambahnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yang disahkan pada 17 Oktober 2024 tiga hari sebelum pemerintahan berganti telah memperkirakan defisit anggaran sebesar Rp 616 triliun.
Sebagian besar defisit ini ditutup melalui pembiayaan utang sebesar Rp 775 triliun, yang merupakan konsekuensi dari kebijakan utang sebelumnya.
“Ini bukan kebijakan yang bisa langsung diubah. Presiden Prabowo mewarisi situasi fiskal yang sudah penuh dengan tekanan utang. Meski beliau mulai mengelola anggaran pada 2025, kebijakan yang dibuat pemerintahan sebelumnya masih sangat mempengaruhi ruang gerak fiskal pemerintah baru,” kata Hardjuno.
Namun demikian, Hardjuno optimis bahwa pemerintahan Prabowo akan mengambil langkah-langkah yang teliti dalam mengatasi situasi ini.
Pada rapat kabinet pertama setelah dilantik, Prabowo menegaskan pentingnya pengelolaan keuangan yang lebih hati-hati, terutama terkait pengawasan terhadap potensi kebocoran anggaran dan korupsi.
“Teliti, itu yang ditekankan Presiden Prabowo. Beliau berkomitmen untuk memastikan anggaran negara digunakan dengan efektif dan tepat sasaran, tanpa kebocoran dan tanpa korupsi,” ujar Hardjuno, mengutip pernyataan Prabowo di rapat tersebut.
Dalam upaya mengelola defisit dan utang yang diwariskan, pemerintahan Prabowo juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan keuangan negara.
Prabowo menegaskan bahwa pemberantasan korupsi dan kebocoran anggaran menjadi prioritas utama dalam pemerintahan barunya.
“Pemerintahan Prabowo Subianto sudah menunjukkan komitmen yang kuat untuk melakukan audit dan pengawasan ketat terhadap setiap penggunaan anggaran. Ini adalah langkah penting untuk mengurangi beban fiskal negara yang semakin berat karena utang-utang lama. Program-program pembangunan akan terus berjalan, tetapi dengan pengawasan ketat agar tidak terjadi kebocoran anggaran,” tambah Hardjuno.
Pemerintahan Prabowo harus menyeimbangkan antara pembiayaan defisit dengan kebutuhan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan melindungi kepentingan rakyat.
Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan memastikan investasi di sektor produktif yang memiliki dampak jangka panjang bagi ekonomi nasional, sembari menjaga efisiensi belanja negara.
“Dengan mengurangi risiko korupsi dan kebocoran anggaran, serta mengarahkan utang pada sektor-sektor yang produktif, saya percaya pemerintahan Prabowo mampu mengelola defisit ini dengan lebih baik, meskipun tantangan yang diwariskan cukup berat,” tutupnya.
Pengelolaan defisit ini memerlukan kebijakan fiskal yang disiplin dan berhati-hati, serta reformasi struktural dalam pengelolaan utang.
“Pemerintahan Prabowo harus lebih fokus pada efisiensi dan memastikan bahwa utang digunakan untuk kepentingan rakyat secara luas, bukan hanya untuk melanjutkan proyek-proyek yang bersifat jangka pendek,” katanya.