Peringatan Novendiales: Umat Katolik Bergumul dengan Kehilangan Paus Fransiskus

VATIKAN (Jatengaktual.com) — Dunia tengah berduka atas wafatnya Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus.

Paus yang dikenal dengan semangat belas kasih ini mengembuskan napas terakhir pada Senin (21/4) pukul 07.35 waktu Roma di kediamannya di Apartemen Santa Marta, Vatikan.

Pria kelahiran Buenos Aires, Argentina, 17 Desember 1936, itu berpulang dalam usia 88 tahun setelah menjalani perawatan akibat komplikasi pernapasan.

Paus Fransiskus meninggal tepat pada Hari Paskah Kedua. Pengumuman resmi disampaikan oleh Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo Takhta Suci, pada pukul 09.45 waktu setempat.

Sesuai tradisi Gereja Katolik, masa berkabung Novendiales—yang berlangsung selama sembilan hari—pun dimulai. Jenazah beliau telah dimasukkan ke dalam peti pada Senin malam pukul 20.00.

Dimakamkan di Luar Vatikan

Dalam keputusan yang memutus tradisi panjang, Paus Fransiskus sejak awal menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, bukan di Basilika Santo Petrus seperti mayoritas Paus sebelumnya.

Langkah ini mencerminkan sikap hidupnya yang menjauh dari kemewahan.

Baca Juga:  Mbak Ita Resmikan Pasar Modern BSB City, Sentra UMKM Baru di Mijen

Bahkan pada tahun 2024, beliau telah merevisi tata cara pemakaman Paus agar lebih sederhana, di antaranya dengan menghapus penggunaan peti mati tiga lapis dan meminimalkan prosesi megah.

Wafatnya Paus Fransiskus menandai dimulainya masa Papal Interregnum—masa kekosongan takhta sebelum terpilihnya Paus baru.

Dalam masa ini, seluruh pejabat tinggi Kuria Roma secara otomatis menghentikan tugasnya, kecuali beberapa posisi kunci seperti Camerlengo.

Konklaf untuk memilih Paus baru akan dimulai setelah misa pemakaman yang direncanakan berlangsung antara hari keempat hingga keenam setelah wafatnya Paus.

Paus dari Pinggiran Dunia

Paus Fransiskus menorehkan banyak sejarah. Ia adalah Paus pertama dari Benua Amerika, dari Argentina, dari Ordo Serikat Yesus (SJ), serta yang pertama memakai nama Fransiskus—diambil dari Santo Fransiskus dari Asisi, lambang kesederhanaan dan keberpihakan pada kaum miskin.

Ia juga memilih tinggal di rumah tamu Vatikan alih-alih di Istana Apostolik.

Visi pastoralnya amat jelas: Gereja harus hadir di pinggiran, baik secara geografis maupun eksistensial. Dalam pelayanannya, ia konsisten mendekati mereka yang terpinggirkan, korban konflik, pengungsi, dan kaum miskin.

Baca Juga:  KAI Daop 1 Jakarta Apresiasi Aksi Berani Petugas KAI Cegah Tragedi di Perlintasan JPL 30 Pasarsenen

Tak heran, ia dikenal sebagai “Paus Belas Kasih.” Ia sering mengatakan bahwa belas kasih adalah “udara yang kita hirup” dan menjadi inti dari spiritualitas kekristenan.

Diplomasi Damai dan Dialog Antaragama

Sejak terpilih pada 13 Maret 2013, Paus Fransiskus telah mengunjungi lebih dari 59 negara, termasuk Indonesia pada 2024.

Kunjungannya ke Jakarta menjadi momentum bersejarah: bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar—yang kini menjabat Menteri Agama RI—beliau menandatangani “Deklarasi Istiqlal,” sebuah seruan kuat untuk memperkuat kerukunan antarumat beragama demi kemanusiaan.

Upaya dialog lintas agama juga terwujud dalam penandatanganan “Dokumen Abu Dhabi” pada 2019 bersama Imam Besar Al-Azhar.

Dokumen tersebut menjadi tonggak penting dalam membangun persaudaraan umat manusia. Dalam setiap lawatannya, Paus tak henti menyerukan perdamaian, kasih universal, serta penghormatan terhadap martabat manusia.

Baca Juga:  Unissula Masuk Daftar Universitas Elit Asia Tenggara, Ini Prestasinya!

Pesan Terakhir: Melawan Ketakutan, Membangun Masa Depan

Dalam pesan terakhirnya sebelum memberikan berkat Urbi et Orbi pada Minggu (20/4), Paus Fransiskus kembali menekankan pentingnya perdamaian dunia.

Ia mengajak para pemimpin global untuk menolak logika ketakutan dan mengalihkan sumber daya demi kemanusiaan—untuk memerangi kelaparan, membangun kehidupan, dan menumbuhkan solidaritas global.

“Inilah senjata perdamaian: senjata yang membangun masa depan, alih-alih menabur benih kematian,” ucapnya dalam pesan yang kini menjadi warisan spiritualnya.

Teladan Kesederhanaan dan Doa

Salah satu momen paling mengesankan dari kepausan Fransiskus adalah saat ia mencium kaki para pemimpin Sudan Selatan pada 2019.

Aksi simbolik ini menjadi seruan kuat untuk rekonsiliasi di tengah konflik berdarah di negara tersebut. Di situlah jiwa Paus Fransiskus: rendah hati, pembawa damai, dan pembela mereka yang terlupakan.

Ia telah kembali ke rumah Bapa, namun warisannya akan terus hidup: warisan iman, harapan, dan kasih yang menginspirasi jutaan orang lintas iman dan bangsa.

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini